Dilema Keluar dari Zona Kebosanan

Beberapa hari terakhir ini, aku sering mendapat komplain dari para siswaku bahwa pengajaran yang aku berikan "membosankan" alias tidak variatif. Aku pun juga merasakannya. Aku merasa kecewa dengan diriku ini yang tidak bisa menunjukkan kreativitas dalam mengajar. Selain karena aku trauma akan kegagalan yang sangat dramatis dalam berdinamika bersama siswa, aku juga sedang dalam fase terjenuh setidaknya untuk saat ini.

source: Pinterest

Ada banyak hal yang kupikirkan dan harus segera kukerjakan dalam tempo yang sangat padat merayap. Pada postingan sebelumnya, aku juga pernah membahas bagaimana malasnya aku saat ini dalam menghadapi tuntutan kerja. Setidaknya aku tahu kalau yang aku rasakan ini manusiawi. Semoga kalian yang membaca ini juga mengerti.

Tapi, aku bukan tipikal orang yang ingin dimengerti saja. Aku juga ingin membuktikan bahwa aku bisa seperti yang lain dalam mengajar. Bukannya aku ingin terus tenggelam dalam kebosanan ini, aku juga ingin mempersiapkan pembelajaran yang menyenangkan bahkan untuk menyenangkan diriku sendiri. Namun untuk bisa mencapai titik itu, aku harus meluangkan waktu yang cukup banyak untuk mempersiapkannya dengan maksimal. Nah, pada kenyataannya, waktu luang yang ada lebih banyak untuk meregangkan otot-otot tubuh dan menekan isu kesehatan mental dalam diriku ini. 

CAPEK!!!!!

Selain itu, meskipun kelihatannya aku hanya bermalas-malasan dengan menonton film saja untuk mengisi waktu luang, pikiran ini selalu terbayang dengan banyaknya sticky note yang terpampang di meja. Belum lagi yang sudah deadline. Oiya, jangan kira aku belum pernah mencoba untuk menjadi kreatif dalam mengajar. Aku sudah pernah melakukannya di tahun-tahun pertama dan kedua, yang semuanya lebih kepada aku yang tidak siap dalam menghadapi polemik di antara siswa. Bahkan ada yang sampai bilang "gak jelas" atau "gak asik". Dan jujur saja, itu sangat menyakitkan hati kecilku. Yahh, setidaknya aku sudah berusaha dan berjuang demi keluar dari zona kebosanan.

Mood anak zaman sekarang itu random banget. Pergerakannya pun sulit untuk ditebak. Mereka bisa jauh lebih kreatif dan terampil dariku sebagai pengajar. Tak heran, di beberapa kesempatan aku justru belajar dari mereka. Mungkin kalian bisa mengatakan ini seperti simbiosis mutualisme. Aku pun juga tak malu untuk belajar dari mereka yang jauh lebih up to date, meskipun tak terelakkan aku seperti seorang yang terlahir kembali tanpa membawa apa-apa dibuatnya. Kosong.

Dilema itu selalu menghantuiku. Itulah kenapa ada blog Dilemmaphobia ini. Ketakutanku yang sangat dilematis dalam segala hal, sampai memengaruhi performaku sebagai pengajar. Ada sedikit pembelaan sih sebenarnya, bahwa manusia memang tidak ada yang sempurna. Hehehe....Tapi tolong percayalah dan dukung aku untuk terus maju dan memberikan yang terbaik. Capek dan teman-temannya itu boleh mampir, tapi jangan setiap hari. Sungguh itu akan membuatku dan kalian yang berada dalam posisi yang sama akan terus dalam zona kebosanan yang berlapis-lapis.

Kalau kalian yang membaca ini juga sedang merasakan hal yang sama, mari kita saling menyemangati satu sama lain supaya kita terus bertumbuh ke arah yang lebih baik. Jangan lupa untuk selalu belajar dan rendah hati. Ahh, sabar juga jangan lupa, karena kesuksesan yang benar itu tidak datang secara instan.

Baiklah, cukup sekian sebuah cerita dari uneg-unegku akhir-akhir ini. Semoga kita semua selalu sehat dan bahagia. Semangat berjuang teman-teman.

Terima kasih yang sudah mampir dan membaca.

Salam Dilemmaphobia :)

You Might Also Like

0 comments