Cerpen Rahasia Cinta

 

sumber: pinterest

Ada sebuah cerita tentang Cinta. Ya, namaku memang Cinta dan ini tentang aku. Maafkan jikalau namaku sangat mainstream. Nama yang selalu dijadikan tokoh utama dalam sinetron dan film Indonesia yang biasanya selalu mendapat kemalangan karena disiksa ibu tiri dan saudara tirinya, atau nama yang selalu diwujudkan pada seorang gadis cantik dan pintar. Tentu saja aku harus menjaga nama yang dianugerahkan padaku ini. Sebuah nama penuh arti cinta karena aku hasil buah cinta ayah dan ibuku. Kartika Cinta Saputri alias Cinta.

Tapi jangan dulu terlena ketika mendengar namaku. Aku tidak seperti namaku yang begitu sempurna. Memang benar aku tokoh utama dalam cerita ini dan sering mendapat perlakuan tidak menyenangkan teman-teman di sekolahku karena aku cupu. Cinta yang cupu dan sangat kampungan, namun cukup pandai dalam pelajaran. Aku benar-benar menyedihkan (menurutku sih), tidak hanya di SMA, rasa ospek dengan kakak kelas yang kejam setiap harinya berlanjut hingga kuliah. Padahal, aku sudah mengganti penampilanku dari kuncir kepang dua pakai kacamata hingga kuncir kuda poni masih pakai kacamata seperti layaknya cupuers-cupuers dalam cerita lainnya.

“Ya ampun tuh cewek lahir zaman Jurassic apa?” seorang gadis populer di kampus menghinaku. Cantik, sexy, kaya, otak nge-pas, siapa sih yang tidak kenal Angelina Sandra a.k.a Angel. Cewek ini beserta geng-nya yang beranggotakan Siska dan Dara, yang pasti cewek populer juga, tiga srikandi inilah yang selalu membully-ku di kampus. Sialnya kami satu kelas, sehingga jangan heran kalau mereka menjadikanku budak. Tapi, karena kegiatan bully membully sudah sering menimpaku, apapun bentuknya aku sudah kebal dan jangan anggap aku akan menangis tersedu-sedu dan memohon ampun. Aku lebih baik diam, menerima olokan, bahkan menuruti perintah mereka daripada cari masalah yang lebih besar.

Sebulan yang lalu, kelas kami kedatangan mahasiswa baru, tidak yakin begitu baru sih, sebab dia adalah anak konglomerat yang tampan dan terlihat sadis, yang merupakan cucu dari pengusaha dan pendiri universitas bertaraf internasional tempatku menimba ilmu. Dia pindahan dari Universitas Bouston, Amerika Serikat. Kelakuannya yang super ekstrim membuat kedua orang tuanya mengembalikan dia ke Indonesia. Aku mendengar dari teman-teman yang asyik membicarakan dia, dia itu sudah tidur dengan belasan atau puluhan gadis bule, balapan sampai nabrak dan bolak-balik masuk rumah sakit, membuat tato yang hampir memenuhi seluruh badan, memakai tindik hitam di telinga kiri, dan selalu memakai ripped jeans. Di Amerika, dia sama sekali tidak niat kuliah, membuat pesta dan mabuk-mabukan adalah kegiatannya sehari-hari. This is the real bad boy. Aku juga mendengar, kalau kedua orang tuanya sangat malu dengan sikapnya yang seperti itu, mengingat mereka berasal dari keluarga yang sangat terpandang dan terhormat di negeri ini.

Sampai sekarang tidak ada yang berani dekat-dekat dengannya selain teman masa kecilnya yang juga kuliah di kampus ini dan sekelas denganku, Randy dan Dito. Tidak lupa trio sadis ini selalu diiringi dengan komplotan geng-geng sekampus yang dikalahkan cowok ini kurang dari 3 hari keberadaanya di kampus, yang sekarang notabene sebagai anak buah. Selain bad boy, dia juga jago berkelahi rupanya. Pantas tidak ada yang berani melawannya. Rektor, dekan, dosen, bahkan mahasiswa lainnya lebih baik bungkam dari pada berurusan dengan cowok ini. Dia punya pengaruh yang luar biasa di kampus.

Aku pun juga ikut diam seperti kebiasanku dan memilih mengasingkan diri di perpustakaan untuk menambah ilmu dibanding menambah masalah. Sejak kedatangan cowok itu di kampus, aku merasa diuntungkan karena tiga srikandi yang kurang kerjaan memburuku akhirnya membanting stir untuk mengejar cowok sadis ini. Angel menyukai si iblis satu itu, katanya dia adalah tipe idealnya yang selama ini dia impi-impikan, bad boy dan tentunya kaya. Namun sepertinya, si cowok terlalu mengerikan hingga membuat Angel patah hati, hilang semangat, dan begitu suram saat ini.

“Loe emang cantik sihh, tapi sayang loe murahan. Gue gak suka cewek murahan.” kata cowok itu pada Angel setelah apa yang terjadi. Peristiwa bermula saat Angel menuruti kata cowok ini untuk membuka bajunya hingga setengah telanjang dan cowok ini pun mendokumentasikannya ke media sosial dengan caption sebagai berikut.

CEWEK INI BUTUH BELAIAN DAN SIAP MEMUASKANMU. MINAT??? HUBUNGI 085340******, begitulah kira-kira. Kejadian ini membuatnya sangat terpuruk hingga tidak mau kuliah lagi, Angel pun terancam di D.O dari kampus atas foto-foto tidak senonohnya di media sosial yang tentu saja hal ini membuat malu dirinya, keluarganya, dan juga nama baik kampus. “Kenapa sih, ngel? Kamu bisa suka sama cowok sadis itu. Padahal di dunia ini masih banyak cowok ganteng, bahkan banyak yang suka sama kamu, tapi kamu malah menyianyiakan kesempatan itu untuk mengejar cowok berengsek kayak dia.” gumamku dalam hati. Aku merasa Angel sudah seperti temanku, sekarang aku kesepian tanpa hadirnya. Sedikit ada rasa penyesalan mengingat dulu aku begitu ingin mengutuknya.

Kejadian Angel membuat aku dan yang lainnya semakin berhati-hati dengan cowok iblis itu. Setelah Angel disingkirkan, cowok itu semakin berulah. Dia dan teman-temannya bagaikan preman yang menginjak-injak harga diri orang lain. Sikapnya pun sudah kelewatan dan menyulut amarah kedua orang tuanya. Saat itu, aku berada di ruang wakil rektor untuk mengurus beasiswa. Tiba-tiba aku mendengar ada kegaduhan di dalam ruang rektor, di mana di situ ada si cowok setan, kedua orang tuanya, dan rektor ditemani beberapa pegawai universitas. Cowok itu akan di D.O dari kampus  dengan alasan yang semua orang sudah pada tahu. Orang tuanya semakin menambahkan beban, semua fasilitas yang dia miliki akan dicabut hingga dia mau berubah menjadi lebih baik. Dari yang aku dengar, cowok ini tinggal sendiri di sebuah apartemen, sepertinya dia tipe orang yang mandiri walaupun kelakuannya cacat banget.

“Pah, mah. Aku gak bisa hidup kayak gini kalo semua fasilitasku dicabut.” bentak cowok itu seraya tidak rela.

“Kamu harus papa beri pelajaran, biar kamu itu ngerti jadi anak.” bentak papa lebih keras dan lantang.

“Pah, aku rela gak kuliah, tapi jangan kayak gini, aku mau makan apa?”

“Biar kamu itu juga mikir, bukan bisanya hanya foya-foya. Papa dan mama kerja siang malam supaya kamu bisa jadi anak yang pandai dengan sekolah tinggi. Tapi apa yang papa dan mama dapat, hanya keluhan dari orang-orang yang kamu tindas.”

“Mah, tolongin aku dong, ma! “ mohon cowok itu.

“Yang dikatakan papamu itu benar, mulai sekarang kamu harus hidup mandiri sebagai akibat karena ulahmu yang sudah keterlaluan.” tambah sang mama.

Drama antara orang tua dan anak itu malah membuatku rindu akan hadirnya ayah dan ibu. Orang tua yang begitu menyanyangi anaknya, aku bahkan ingin sesekali dimarahi oleh ayah dan ibu, tapi keadaan memaksaku harus selalu berbuat baik agar tidak mengecewakan ayah dan ibu di sana. Semua kejadian di sekitarku waktu itu selalu memberikan pelajaran yang berharga padaku. Aku terhentak dari lamunan saat seseorang menyadarkanku karena handphoneku bergetar dan membuat gaduh suasana di perpustakaan.

 “Woii mbak, handphonenya bunyi tuh, hsssttttt….!”

“Eh, maaf, maaf.”

Aku pun bergegas keluar untuk menerima telepon. Telepon dari seseorang yang aku kenal. Telepon dari orang yang harus segera aku angkat karena ini adalah telepon penting, meskipun pada akhirnya selalu menjadi tidak penting.

“Halo?”

“Cintttaaaaaa….., kamu di mana?” bentaknya di seberang sana.

“Aku masih di kampus. Ada apa?”

“Kita ke Bali sekarang, ada urusan penting!!!!!!”

“Hah, Bali. Mau ngapain?” kaget.

“Udah deh, gak usah bawel. Ada urusan penting yang harus kita selesaikan di sana.”

“Tapi, tapi, tapi…….”

“Gak usah pake tapi deh, kelamaan. Aku udah di depan kampus nih, cepetan keluar, kita tinggal berangkat aja nih. Lima menit belum sampai kamu bakal nyesel seumur hidup. Cepetannnnn!!!!!!” paksanya.

“Iya, iya, bentar.”

Aku benar-benar panik dan tidak tahu ada apa sehingga Vino memaksaku untuk bergegas pergi ke Bali. Vino adalah teman lamaku. Kami pun langsung terbang menuju Bali dan aku masih penuh tanda tanya. “Vin, sebenarnya di Bali ada apa sih?” Vino pun hanya tersenyum dan diam. “Vin, ada apa sih? Jawab dong!!!!” pertanyaan yang sama hingga kami tiba di Bali. Kami sangat buru-buru, belum ada lima menit tiba kami langsung pergi naik mobil yang sudah menunggu kami di bandara dan menuju ke sebuah pantai dengan pemandangan sunset yang memukau.

“Yess, kita sudah sampai.” kata Vino dengan wajah sumringah. Kami berdiri di sebuah tebing yang cukup curam dengan angin yang ingin menghempas tubuh kami. “Vin, jangan bilang kita mau terjun dari sini. Kamu dah gila yaa, ini serem banget.” Vino justru tertawa dan akhirnya dia mau angkat bicara.

“Cinta, kita ke sini karena aku mau lihat sunset di Bali kayak kita piknik SMA dulu. Kenapa aku ajak kamu ke tebing ini, karena kalau di bawah sana banyak orang, entar gak romantis lagi.”

“Hah, romantis? Rombongan mantan artis? Hahaha…” aku sejenak tertawa.

“Yaelah, dari dulu sampai sekarang masih aja cupu. Namamu udah pake cinta masa juga gak ngerti sih.”

“Apa sih, Vin. Gak ngerti deh.” aku bingung.

Vino pun merogoh saku celananya dan berlutut di depanku. “Will you marry me?” katanya sambil menyuguhkan sebuah cincin berlian yang berkilau terkena cahaya sunset senja itu. “Vin, kamu serius?” tanyaku tidak percaya.

“Tiga tahun kita pacaran dan gak ada orang yang tahu. Aku nyerah, aku gak mau kayak gini lagi. Aku pengen sekarang semua orang tahu kita berhubungan dan aku pengen orang lain tahu kamu itu sebenarnya milik siapa. Kalau kita menikah, gak akan ada orang lain yang bisa rebut kamu dari aku.”

Aku terdiam dan menutup mataku. Saat aku membuka mata, aku katakan apa yang ada di dalam hati, “Iya, Vin. Aku mau menikah sama kamu.” Vino pun berdiri dan menyematkan cincin berlian itu ke jari manisku. Kami pun berpelukan dan sambil melihat sunset. Pelukan hangat Vino selalu aku rindukan. Kemudian, kami pun berjalan meninggalkan tempat itu sambil bersendau gurau dan bergandeng tangan.

Vino adalah lelaki satu kelas denganku waktu SMA. Sebenarnya kami tidak dekat karena dia begitu populer di sekolah dan aku hanya itik buruk rupa. Kami menjadi dekat saat acara piknik SMA di kelas dua. Waktu itu, di pantai dan menjelang sunset, aku melihat Vino menangis. Dia begitu rapuh saat itu, dan aku mencoba mendekatinya. Tentu saja dia kaget dan malah membentakku, karena dia malu kalau sedang menangis walau akhirnya dia mau bercerita padaku. Dia sedih karena orang tuanya selalu sibuk bekerja dan tidak pernah ada waktu untuk bersama dengan dirinya. Saat itu aku menyadari bahwa penampilan gahar bukan berarti hatinya kuat seperti penampilannya. Aku juga baru sadar bahwa Vino melakukan hal-hal itu karena dia mencari kasih sayang dan perhatiaan dari orang di sekitarnya meskipun dengan cara yang salah. Dia tidak pernah mendapatkannya di rumah, untuk itulah dia memilih tinggal sendiri. Baginya, tinggal bersama orang tuanya itu tidak ada bedanya dengan ia tinggal sendiri.

Kata Vino, aku adalah orang pertama yang membuatnya nyaman. Katanya aku memahami apa yang ia rasakan, hingga akhirnya kami saling jatuh cinta. Namun, kami pun membuat suatu kesepakatan dalam berhubungan dan memilih backstreet. Hubungan seperti ini membuat kami nyaman, kami tidak ingin menunjukkannya pada orang lain mengingat posisi kami yang jauh berbeda. Hubungan kami pun terus berlanjut meski kami jauh berpisah saat itu setelah lulus SMA dan masih menjadikan ini sebagai rahasia. Namun, di saat yang tidak terduga kami pun dipertemukan kembali. Aku menertawakannya karena ia pandai membuat kebohongan. “Aku bosan di sana, Cinta. Jadi, aku terpaksa melakukan ini supaya aku bisa kembali dan bertemu denganmu.” kata Vino. Meskipun lucu, aku sangat menyayangkan sikapnya yang begitu keterlaluan dalam membuat kebohongan dan melakukan hal-hal buruk setiap harinya hingga membuatnya harus berhenti kuliah.

Ya, Vino si cowok iblis itu.

Dia memang selalu sadis dan mengerikan, namun penuh kelembutan saat berhadapan denganku. Tiga tahun menyembunyikan kisah cinta dengannya adalah rahasia cintaku yang selalu aku tutup rapat-rapat. Dialah orang yang menyuruhku untuk selalu diam saat aku dibully dan dialah yang selalu menjauhkan orang-orang yang menyakitiku dengan caranya yang di luar logika sehingga tidak ada orang yang menyadarinya bahwa dia sedang menyelematkanku. Saat dia membuat onar di kampus, dan tanpa sengaja mata kami bertatapan, dia selalu memberiku segaris senyuman manis dan penuh manja. Aku pun sering memarahinya saat dia sudah benar-benar kelewatan, seperti saat kasus yang menimpa Angel. Tapi, apa yang aku lakukan sia-sia. Vino selalu menertawakanku dan mencium bibirku dengan lembut agar aku diam.

 

 

gue upload buat Valentine'an 2023, by : author

Cerpen ini hanyalah karya fiktif.

                                                                                                     Lovely,

                              

                                                                                                    Cinta

 

 

 

 

You Might Also Like

0 comments