Cerpen Rahasia Cinta
Ada
sebuah cerita tentang Cinta. Ya, namaku memang Cinta dan ini tentang aku. Maafkan
jikalau namaku sangat mainstream.
Nama yang selalu dijadikan tokoh utama dalam sinetron dan film Indonesia yang
biasanya selalu mendapat kemalangan karena disiksa ibu tiri dan saudara
tirinya, atau nama yang selalu diwujudkan pada seorang gadis cantik dan pintar.
Tentu saja aku harus menjaga nama yang dianugerahkan padaku ini. Sebuah nama
penuh arti cinta karena aku hasil buah cinta ayah dan ibuku. Kartika Cinta
Saputri alias Cinta.
Tapi
jangan dulu terlena ketika mendengar namaku. Aku tidak seperti namaku yang
begitu sempurna. Memang benar aku tokoh utama dalam cerita ini dan sering
mendapat perlakuan tidak menyenangkan teman-teman di sekolahku karena aku cupu.
Cinta yang cupu dan sangat kampungan, namun cukup pandai dalam pelajaran. Aku
benar-benar menyedihkan (menurutku sih), tidak hanya di SMA, rasa ospek dengan
kakak kelas yang kejam setiap harinya berlanjut hingga kuliah. Padahal, aku
sudah mengganti penampilanku dari kuncir kepang dua pakai kacamata hingga
kuncir kuda poni masih pakai kacamata seperti layaknya cupuers-cupuers dalam cerita lainnya.
“Ya
ampun tuh cewek lahir zaman Jurassic apa?” seorang gadis populer di kampus
menghinaku. Cantik, sexy, kaya, otak nge-pas, siapa sih yang tidak kenal
Angelina Sandra a.k.a Angel. Cewek ini beserta geng-nya yang beranggotakan
Siska dan Dara, yang pasti cewek populer juga, tiga srikandi inilah yang selalu
membully-ku di kampus. Sialnya kami
satu kelas, sehingga jangan heran kalau mereka menjadikanku budak. Tapi, karena
kegiatan bully membully sudah sering menimpaku, apapun
bentuknya aku sudah kebal dan jangan anggap aku akan menangis tersedu-sedu dan
memohon ampun. Aku lebih baik diam, menerima olokan, bahkan menuruti perintah
mereka daripada cari masalah yang lebih besar.
Sebulan
yang lalu, kelas kami kedatangan mahasiswa baru, tidak yakin begitu baru sih,
sebab dia adalah anak konglomerat yang tampan dan terlihat sadis, yang
merupakan cucu dari pengusaha dan pendiri universitas bertaraf internasional
tempatku menimba ilmu. Dia pindahan dari Universitas Bouston, Amerika Serikat.
Kelakuannya yang super ekstrim membuat kedua orang tuanya mengembalikan dia ke
Indonesia. Aku mendengar dari teman-teman yang asyik membicarakan dia, dia itu
sudah tidur dengan belasan atau puluhan gadis bule, balapan sampai nabrak dan
bolak-balik masuk rumah sakit, membuat tato yang hampir memenuhi seluruh badan,
memakai tindik hitam di telinga kiri, dan selalu memakai ripped jeans. Di Amerika, dia sama sekali tidak niat kuliah,
membuat pesta dan mabuk-mabukan adalah kegiatannya sehari-hari. This is the real bad boy. Aku juga
mendengar, kalau kedua orang tuanya sangat malu dengan sikapnya yang seperti
itu, mengingat mereka berasal dari keluarga yang sangat terpandang dan
terhormat di negeri ini.
Sampai
sekarang tidak ada yang berani dekat-dekat dengannya selain teman masa kecilnya
yang juga kuliah di kampus ini dan sekelas denganku, Randy dan Dito. Tidak lupa
trio sadis ini selalu diiringi dengan komplotan geng-geng sekampus yang
dikalahkan cowok ini kurang dari 3 hari keberadaanya di kampus, yang sekarang notabene
sebagai anak buah. Selain bad boy,
dia juga jago berkelahi rupanya. Pantas
tidak ada yang berani melawannya. Rektor, dekan, dosen, bahkan mahasiswa
lainnya lebih baik bungkam dari pada berurusan dengan cowok ini. Dia punya
pengaruh yang luar biasa di kampus.
Aku
pun juga ikut diam seperti kebiasanku dan memilih mengasingkan diri di
perpustakaan untuk menambah ilmu dibanding menambah masalah. Sejak kedatangan
cowok itu di kampus, aku merasa diuntungkan karena tiga srikandi yang kurang
kerjaan memburuku akhirnya membanting stir untuk mengejar cowok sadis ini.
Angel menyukai si iblis satu itu, katanya dia adalah tipe idealnya yang selama
ini dia impi-impikan, bad boy dan
tentunya kaya. Namun sepertinya, si cowok terlalu mengerikan hingga membuat
Angel patah hati, hilang semangat, dan begitu suram saat ini.
“Loe
emang cantik sihh, tapi sayang loe murahan. Gue gak suka cewek murahan.” kata
cowok itu pada Angel setelah apa yang terjadi. Peristiwa bermula saat Angel
menuruti kata cowok ini untuk membuka bajunya hingga setengah telanjang dan
cowok ini pun mendokumentasikannya ke media sosial dengan caption sebagai berikut.
CEWEK INI BUTUH BELAIAN DAN SIAP MEMUASKANMU.
MINAT??? HUBUNGI 085340******, begitulah kira-kira. Kejadian ini membuatnya
sangat terpuruk hingga tidak mau kuliah lagi, Angel pun terancam di D.O dari
kampus atas foto-foto tidak senonohnya di media sosial yang tentu saja hal ini
membuat malu dirinya, keluarganya, dan juga nama baik kampus. “Kenapa sih,
ngel? Kamu bisa suka sama cowok sadis itu. Padahal di dunia ini masih banyak cowok
ganteng, bahkan banyak yang suka sama kamu, tapi kamu malah menyianyiakan
kesempatan itu untuk mengejar cowok berengsek kayak dia.” gumamku dalam hati.
Aku merasa Angel sudah seperti temanku, sekarang aku kesepian tanpa hadirnya.
Sedikit ada rasa penyesalan mengingat dulu aku begitu ingin mengutuknya.
Kejadian
Angel membuat aku dan yang lainnya semakin berhati-hati dengan cowok iblis itu.
Setelah Angel disingkirkan, cowok itu semakin berulah. Dia dan teman-temannya
bagaikan preman yang menginjak-injak harga diri orang lain. Sikapnya pun sudah
kelewatan dan menyulut amarah kedua orang tuanya. Saat itu, aku berada di ruang
wakil rektor untuk mengurus beasiswa. Tiba-tiba aku mendengar ada kegaduhan di
dalam ruang rektor, di mana di situ ada si cowok setan, kedua orang tuanya, dan
rektor ditemani beberapa pegawai universitas. Cowok itu akan di D.O dari
kampus dengan alasan yang semua orang
sudah pada tahu. Orang tuanya semakin menambahkan beban, semua fasilitas yang
dia miliki akan dicabut hingga dia mau berubah menjadi lebih baik. Dari yang
aku dengar, cowok ini tinggal sendiri di sebuah apartemen, sepertinya dia tipe
orang yang mandiri walaupun kelakuannya cacat banget.
“Pah,
mah. Aku gak bisa hidup kayak gini kalo semua fasilitasku dicabut.” bentak
cowok itu seraya tidak rela.
“Kamu
harus papa beri pelajaran, biar kamu itu ngerti jadi anak.” bentak papa lebih
keras dan lantang.
“Pah,
aku rela gak kuliah, tapi jangan kayak gini, aku mau makan apa?”
“Biar
kamu itu juga mikir, bukan bisanya hanya foya-foya. Papa dan mama kerja siang
malam supaya kamu bisa jadi anak yang pandai dengan sekolah tinggi. Tapi apa
yang papa dan mama dapat, hanya keluhan dari orang-orang yang kamu tindas.”
“Mah,
tolongin aku dong, ma! “ mohon cowok itu.
“Yang
dikatakan papamu itu benar, mulai sekarang kamu harus hidup mandiri sebagai
akibat karena ulahmu yang sudah keterlaluan.” tambah sang mama.
Drama
antara orang tua dan anak itu malah membuatku rindu akan hadirnya ayah dan ibu.
Orang tua yang begitu menyanyangi anaknya, aku bahkan ingin sesekali dimarahi
oleh ayah dan ibu, tapi keadaan memaksaku harus selalu berbuat baik agar tidak
mengecewakan ayah dan ibu di sana. Semua kejadian di sekitarku waktu itu selalu
memberikan pelajaran yang berharga padaku. Aku terhentak dari lamunan saat seseorang
menyadarkanku karena handphoneku bergetar dan membuat gaduh suasana di
perpustakaan.
“Woii mbak, handphonenya bunyi tuh,
hsssttttt….!”
“Eh,
maaf, maaf.”
Aku
pun bergegas keluar untuk menerima telepon. Telepon dari seseorang yang aku
kenal. Telepon dari orang yang harus segera aku angkat karena ini adalah
telepon penting, meskipun pada akhirnya selalu menjadi tidak penting.
“Halo?”
“Cintttaaaaaa…..,
kamu di mana?” bentaknya di seberang sana.
“Aku
masih di kampus. Ada apa?”
“Kita
ke Bali sekarang, ada urusan penting!!!!!!”
“Hah,
Bali. Mau ngapain?” kaget.
“Udah
deh, gak usah bawel. Ada urusan penting yang harus kita selesaikan di sana.”
“Tapi,
tapi, tapi…….”
“Gak
usah pake tapi deh, kelamaan. Aku udah di depan kampus nih, cepetan keluar,
kita tinggal berangkat aja nih. Lima menit belum sampai kamu bakal nyesel
seumur hidup. Cepetannnnn!!!!!!” paksanya.
“Iya,
iya, bentar.”
Aku
benar-benar panik dan tidak tahu ada apa sehingga Vino memaksaku untuk bergegas
pergi ke Bali. Vino adalah teman lamaku. Kami pun langsung terbang menuju Bali
dan aku masih penuh tanda tanya. “Vin, sebenarnya di Bali ada apa sih?” Vino
pun hanya tersenyum dan diam. “Vin, ada apa sih? Jawab dong!!!!” pertanyaan
yang sama hingga kami tiba di Bali. Kami sangat buru-buru, belum ada lima menit
tiba kami langsung pergi naik mobil yang sudah menunggu kami di bandara dan
menuju ke sebuah pantai dengan pemandangan sunset yang memukau.
“Yess,
kita sudah sampai.” kata Vino dengan wajah sumringah.
Kami berdiri di sebuah tebing yang cukup curam dengan angin yang ingin
menghempas tubuh kami. “Vin, jangan bilang kita mau terjun dari sini. Kamu dah
gila yaa, ini serem banget.” Vino justru tertawa dan akhirnya dia mau angkat
bicara.
“Cinta,
kita ke sini karena aku mau lihat sunset di Bali kayak kita piknik SMA dulu.
Kenapa aku ajak kamu ke tebing ini, karena kalau di bawah sana banyak orang,
entar gak romantis lagi.”
“Hah,
romantis? Rombongan mantan artis? Hahaha…” aku sejenak tertawa.
“Yaelah,
dari dulu sampai sekarang masih aja cupu. Namamu udah pake cinta masa juga gak
ngerti sih.”
“Apa
sih, Vin. Gak ngerti deh.” aku bingung.
Vino
pun merogoh saku celananya dan berlutut di depanku. “Will you marry me?”
katanya sambil menyuguhkan sebuah cincin berlian yang berkilau terkena cahaya
sunset senja itu. “Vin, kamu serius?” tanyaku tidak percaya.
“Tiga
tahun kita pacaran dan gak ada orang yang tahu. Aku nyerah, aku gak mau kayak
gini lagi. Aku pengen sekarang semua orang tahu kita berhubungan dan aku pengen
orang lain tahu kamu itu sebenarnya milik siapa. Kalau kita menikah, gak akan
ada orang lain yang bisa rebut kamu dari aku.”
Aku
terdiam dan menutup mataku. Saat aku membuka mata, aku katakan apa yang ada di
dalam hati, “Iya, Vin. Aku mau menikah sama kamu.” Vino pun berdiri dan
menyematkan cincin berlian itu ke jari manisku. Kami pun berpelukan dan sambil
melihat sunset. Pelukan hangat Vino selalu aku rindukan. Kemudian, kami pun
berjalan meninggalkan tempat itu sambil bersendau gurau dan bergandeng tangan.
Vino
adalah lelaki satu kelas denganku waktu SMA. Sebenarnya kami tidak dekat karena
dia begitu populer di sekolah dan aku hanya itik buruk rupa. Kami menjadi dekat
saat acara piknik SMA di kelas dua. Waktu itu, di pantai dan menjelang sunset,
aku melihat Vino menangis. Dia begitu rapuh saat itu, dan aku mencoba
mendekatinya. Tentu saja dia kaget dan malah membentakku, karena dia malu kalau
sedang menangis walau akhirnya dia mau bercerita padaku. Dia sedih karena orang
tuanya selalu sibuk bekerja dan tidak pernah ada waktu untuk bersama dengan
dirinya. Saat itu aku menyadari bahwa penampilan gahar bukan berarti hatinya
kuat seperti penampilannya. Aku juga baru sadar bahwa Vino melakukan hal-hal
itu karena dia mencari kasih sayang dan perhatiaan dari orang di sekitarnya
meskipun dengan cara yang salah. Dia tidak pernah mendapatkannya di rumah,
untuk itulah dia memilih tinggal sendiri. Baginya, tinggal bersama orang tuanya
itu tidak ada bedanya dengan ia tinggal sendiri.
Kata
Vino, aku adalah orang pertama yang membuatnya nyaman. Katanya aku memahami apa
yang ia rasakan, hingga akhirnya kami saling jatuh cinta. Namun, kami pun
membuat suatu kesepakatan dalam berhubungan dan memilih backstreet. Hubungan seperti ini membuat kami nyaman, kami tidak ingin
menunjukkannya pada orang lain mengingat posisi kami yang jauh berbeda.
Hubungan kami pun terus berlanjut meski kami jauh berpisah saat itu setelah
lulus SMA dan masih menjadikan ini sebagai rahasia. Namun, di saat yang tidak
terduga kami pun dipertemukan kembali. Aku menertawakannya karena ia pandai
membuat kebohongan. “Aku bosan di sana, Cinta. Jadi, aku terpaksa melakukan ini
supaya aku bisa kembali dan bertemu denganmu.” kata Vino. Meskipun lucu, aku
sangat menyayangkan sikapnya yang begitu keterlaluan dalam membuat kebohongan
dan melakukan hal-hal buruk setiap harinya hingga membuatnya harus berhenti
kuliah.
Ya,
Vino si cowok iblis itu.
Dia
memang selalu sadis dan mengerikan, namun penuh kelembutan saat berhadapan
denganku. Tiga tahun menyembunyikan kisah cinta dengannya adalah rahasia
cintaku yang selalu aku tutup rapat-rapat. Dialah orang yang menyuruhku untuk
selalu diam saat aku dibully dan
dialah yang selalu menjauhkan orang-orang yang menyakitiku dengan caranya yang
di luar logika sehingga tidak ada orang yang menyadarinya bahwa dia sedang
menyelematkanku. Saat dia membuat onar di kampus, dan tanpa sengaja mata kami
bertatapan, dia selalu memberiku segaris senyuman manis dan penuh manja. Aku pun
sering memarahinya saat dia sudah benar-benar kelewatan, seperti saat kasus
yang menimpa Angel. Tapi, apa yang aku lakukan sia-sia. Vino selalu
menertawakanku dan mencium bibirku dengan lembut agar aku diam.
gue upload buat Valentine'an 2023, by : author
Cerpen ini
hanyalah karya fiktif.
Lovely,
Cinta
0 comments